TANTANGAN DUNIA PENDIDIKAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Nama : Sheylawati

NIM : 1102620066

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

PEMBELAJARAN ANAK AUTISME

Jutaan orang tidak menyadari bahwa mereka dianugerahi nikmat untuk dapat belajar dengan berbagai cara.

Belajar Matematika itu enaknya sambil corat coret dikertas. Kebayangkan gimna gk enaknya kalau kertas buram habis saat sedang ujian?

Kalau belajar Biologi enaknya sambil nonton video pembelajaran. Apalagi pas materinya tentang 'pembelahan sel' jadi lebih paham dan kebayang.

Beda lagi pas belajar bahasa inggris. Agar jago 'listening' mendengarkan lagu barat emang paling asik.

Supaya belajar lebih nyaman dan efektif, kita dapat menyesuaikan cara belajar kita sesuai dengan kebutuhan.

Dan kita patut bersyukur, karena kita masih dianugerahi kesempatan untuk bisa menikmati cara belajar yang bermacam-macam. Orang pada umumnya bisa belajar sambil membaca, menulis, menonton video, atau bahkan sambil dengerin lagu.

Karena kebayang tidak, keterbatasan temen-temen di sekitar kita yang memiliki kebutuhan khusus untuk belajar. Kita mungkin bisa dengan mudah memahami proses pembelajahan sel melalui video pembelajaran. Tapi bagaimana dengan temen-temen kita yang memiliki keterbatasan penglihatan? Atau keterbatasan lainnya? Gimana sih cara mereka belajar supaya bisa lebih nyaman dan efektif?

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 157 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Pendidikan Khusus Pasal 4 anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi:

  1. Hambatan Penglihatan 

  2. Hambatan Pendengaran 

  3. Hambatan bicara

  4. Hambatan Intelektual

  5. Hambatan Fisik 

  6. Gangguan Sosial dan Perilaku

  7. Berkesulitan belajar

  8. Lamban belajar

  9. Autisme

  10. Memiliki gangguan motorik

  11. Menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain

  12. Memiliki kelainan lain

Setiap anak berkebutuhan khusus diseluruh dunia memikili tantangannya masing-masing ketika belajar. Secara umum untuk dapat mempelajari konsep "Panjang", Seorang dengan hambatan penglihatan, akan sulit paham jika proses pembelajarannya hanya “mentransfer” bulat-bulat isi materi dari buku menjadi media audio yang dapat didengar atau media huruf timbul yang dapat diraba. 

Supaya belajar lebih nyaman dan efektif, cara belajar juga harus disesuaikan. Misalnya dengan mengoptimalkan 'pengalaman', belajar konsep panjang lewat membandingkan perbedaan panjang ukuran tubuh atau perbedaan bunyi bila jarak ketukan di atas meja berubah-ubah. Penyesuaian cara belajar seperti ini perlu sekali dukungan dari orang tua dan guru. Agar penyampaian materi dapat dilakukan dengan lebih spesifik dan jelas. 

Perbedaan kemampuan dan cara belajar seringkali menjadi hembatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk bisa mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih tinggi. Program pendidikan yang biasa tersedia lebih sering menyarankan anak berkebutuhan khusus untuk masuk ke sekolah luar biasa, yang mana kurikulumnya berbeda dan cenderung fokus pada skill keterampilan dasar. Hal inilah yang kemudian mendorong awal mula munculnya konsep pendidikan inklusif di Indonesia.

Melalui SK Menteri Pendidikan No. 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Berkebutuhan Khusus, anak berkebutuhan khusus yang memiliki kemampuan seyogyanya diberi kesempatan untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak sebayanya di sekolah umum.

Walaupun pada kenyataannya program integrasi pendidikan ini sempat pasang surut, pemerintah melanjutkan komitmen dukungannya dengan mengeluarkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009, tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa. Melalui aturan ini Kemendikbud mewajibkan agar pemerintah kabupaten atau kota menunjuk paling sedikit satu sekolah dasar dan satu sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan satu satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi yang wajib menerima peserta didik berkebutuhan khusus

Beragamnya sekolah untuk anak berkebutuhan khusus terkadang membuat orang tua dari anak berkebutuhan khusus kebingungan. Apakah mereka harus menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus di sekolah inklusi ataukah lebih baik di Sekolah Luar Biasa (SLB). Untuk mengatasi masalah ini diperlukan pemahaman untuk para orang tua, bagaimana cara memilih sekolah inklusi atau SLB.

  1. Perbedaan mendasar sekolah inklusi dan SLB

Sekolah inklusi adalah sekolah yang dimana memberikan pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak-anak normal lainnya melalui pembelajaran dan lingkungan yang sama, sedangkan SLB adalah sekolah yang secara khusus diatur atau didesain sedemikian rupa secara khusus untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus dan terpisah dari anak-anak yang normal lainnya.

  1. Mengetahui kemampuan kognitif anak 

Kemampuan kognitif adalah kemampuan anak dalam proses berpikir, mengingat, memecahkan masalah dan mengambil keputusan dimana jika kemampuan anak dalam keadaan cukup baik maka sebaiknya disekolahkan di sekolah inklusif dan sebaliknya jika kemampuan anak di bawah rata-rata maka sebaiknya disekolahkan di sekolah luar biasa.

  1. Memperhatikan kemandirian anak dalam mengkomunikasikan masalahnya

Anak berkebutuhan khusus yang secara mandiri dalam mengkomunikasikan kebutuhan dan permasalahan pendidikannya maka sebaiknya dimasukkan ke dalam sekolah inklusi namun jika belum maka sebaiknya dimasukkan ke dalam sekolah luar biasa

Sesungguhnya memilih sekolah inklusi ataukah SLB sama baiknya jika disesuaikan dengan keadaan kebutuhan, kemampuan dan karakter dari anak berkebutuhan tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

TANTANGAN DUNIA PENDIDIKAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS